Paham radikalisme, sebenarnya sudah lama sekali
ada. Namun, saya pibadi atau umumnya kita barangkali mengenal istilah ‘radikal’
ini ketika gerakan-gerakan teroris mulai masuk dan beragam runutan kejadian
pemboman terjadi di negara kita.
Radikalisme, menurut para ahli, merupakan suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan peubahaan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrim.
Masih ingatkah Anda dengan salah seorang siswa di
suatu sekolah swasta di Bogor, yang terlibat dengan aksi bom bunuh diri di Jakarta
beberapa tahun silam? Jika masih ingat, tentu saja kita yang mendengar kabar
tersebut sungguh pilu, miris, bahkan tak habis pikir bagaimana ia bisa ‘rela’ menghabisi
nyawanya dengan cara seperti itu. Pastinya, orangtua dan tentu saja pihak
sekolah sungguh tak menyangka dan pihak yang paling terpukul atas kematian anak
tersebut.
Sebagai guru, saya pun menyayangkan aksi ‘dramatis’
yang dilakukan anak tersebut. Sebagai kaum yang terpelajar (karena belajar di
bangku sekolah), pastinya tak lewat namanya materi bela negara , cinta tanah
air, dan beragam materi yang terangkum dalam mata pelajaran PKN dipaparkan oleh
para guru di sekolah.
Apakah paham radikalisme berhenti pada kasus
tersebut? Oh, tentu tidak! Menurut saya pribadi, gerakan radikalisme pelajar
saat ini bukan lagi tentang bagaimana caranya supaya bisa ngebom atau mati
syahid di jalan Allah, katanya, atau ngebom umat agama lain yang sedang ibadah,
eits, bukan!
Anda harus tahu. Tenyata, aksi radikal
anak-anak muda saat ini itu dimulai dari aksi tawuran, loh! Bahkan, ada yang
menganggap aksi mereka itu layaknya aksi kebenaran dengan dalih ‘membela harga
diri sekolah’. Yang bikin kaget lagi, aksi mereka diiringi dengan kalimat
tahlil bahkan ketika wajah mereka terkena sabetan pedang samurai,
kalimat-kalimat thoyyibah pun terlontar dari mulu-mulut mereka! OMG...
Suatu waktu, saya pernah bertanya kepada siswa
saya di sekolah dengan pertanyaan, apa untungnya bagi mereka dengan melakukan
aksi tawuran? Lantas, jawaban mereka cukup membuat saya miris mendengarnya.
Seru, membela teman, membela harga diri dan nama sekolah, katanya, bahkan ada
yang nyeletuk jihad!
Yups, beberapa siswa saya di sekolah pun tak
luput dari aksi tawuran. Bahkan, sangat terencana dan dengan penyediaan
logistik alias alat tawuran berupa senjata tajam, aktor utama, pengiring, dan berbagai
dukungan lainnya termasuk yang menjadi tim dokumenter aksi tawuran.
Drop Out alias dikeluarkan secara tidak hormat
adalah ganti rugi atas aksi bodoh siswa yang melakukan aksi tawuran.
:::
Secara tidak langsung, aksi tawuran ini bak
bibit-bibit aksi radikal yang jika tidak segera diputus mata rantainya, maka
akan terus tumbuh dan tumbuh. Tak menolak kemungkinan, bibit-bibit ini bisa
tumbuh dari sekolah-sekolah.
Sekolah yang biasanya tidak menjalankan tindak
pendisiplinan siswanya, sekolah yang hanya mencari kuantitas pengisi kelasnya,
sekolah yang tidak menjalankan visi-misi mendidik calon generasi masa depan
bangsa.
Yups, jangan salah. Ada kok sekolah seperti
itu. Makanya, saya tulis ‘tidak menjalankan’ bukan ‘tidak punya’.
Sekolah tentu saja sebuah lembaga yang notabene
adalah lembaga yang menjalankan pendidikan dan pembelajaran. Makna pendidikan
di sini tentu saja sangat luas, kita semua paham itu. Secara tidak langsung,
sekolah ibarat tempat belajar bagaimana seseorang belajar tentang arti
toleransi atas keberagaman, terlebih urusan agama. Sekolah ibarat laboratorium
bagi siapa saja yang mau belajar tentang persaudaraan, persatuan, dan kesatuan.
Namun, bagaimana paham radikal ini bisa masuk ke
dalam pemikiran anak muda alias pelajar? Ini yang harus disadari dan tentunya
dicegah oleh banyak pihak termasuk lembaga bernama sekolah, selain pondasi
utama yang berasal dari rumah (keluarga).
Langkah yang bisa dilakukan dalam mencegah paham radikal masuk ke dalam ideologi peajar, misalnya:
1.Belajar di Kelas. Belajar di kelas tentu saja
dimulai dari siswa mendapat materi pelajaran seperti Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan Agama Islam, dll. Sebagai dasar akan pengetahuan
mereka, betapa pentingnya nilai-nilai persatuan, kesatuan, nasionalisme,
toleransi atas keberagaman, dll.
2.Mengadakan seminar atau talkshow yang
membahas Nasionalisme dan Kebangsaan. Kegiatan ini bisa juga menjadi
pengetahuan di kalangan pelajar dalam memahami makna persatuan dan kesatuan
bangsa.
3.Mengadakan kegiatan Pelatihan Bela Negara.
Kegiatan ini bisa saja dilakukan, meski sejauh ini hanya unit-unit khusus,
seperti Kegiatan Pramuka, Paskibra, dan sejenisnya.
4.Mengikuti kegiatan Ekskul bagian Bela Negara,
seperti Kegiatan Pramuka dan Paskibra.
5.Mencegah orang asing masuk ke dalam lembaga
sekolah dan mewaspadai paham-paham asing yang masuk.
6.Curigai tindakan-tindakan dan pemikiran
aneh yang muncul jika terkait dengan idelologi, terutama yang bertentangan
dengan nilai-nilai kebangsaan.
7.Tidak terprovokasi.
:::
Sesungguhnya, masih banyak hal lain yang bisa
kita lakukan agar paham radikal tidak merasuk ke dalam pemikiran calon generasi
penerus bangsa saat ini. Sebagai guru, tentu saja saya tidak boleh bosan
memberikan nasihat yang saya bisa kepada siswa-siswi saya di sekolah. Sejauh
ini melakukan penjelasan berbagai akibat dari tindakan-tindakan negatif radikal,
sebut sja tawuran sering saya sampaikan ketika ada sela waktu saat belajar di kelas.
Sebab, anak-anak pelajar di sekolah inilah
biasanya jadi sasaran empuk masuknya beragam ideologi, ketika ada yang masih
labil, bingung, maka mudah saja paham-paham yang bertentangan dengan paham
kedaulatan RI itu bisa dengan mudah masuk.
Jadi, bisa dibayangkan, dengan jumlah siswa
yang pastinya tak sedikit di sekolah-sekolah, jika paham radikal atau
paham-paham bertentangan dengan NKRI masuk dengan mudah, maka anggap saja siswa
yang ‘terjangkit’ itu akan menjadi agen radikal, pemberontak, pemecah
nilai-nilai persatuan dan kesatuan.
:::
Akhirnya, semoga pelajar-pelajar yang ada saat
ini menjadi bibit-bibit pemersatu bangsa demi terselenggaranya negara yang
aman, damai, tenteram, ya.
Ada yang punya saran atau ide lain dalam
mencegah paham radikal buat anak
milenial kita? Share yuk di komentar :)
Salam hangat,
Amelia Fafu,
a Teacher
Halo mbak salam kenal, untuk paham radikal mungkin bisa dilihat dari background gurunya juga. Apakah beliau terafiliasi atau jadi simpatisan organisasi tertentu.
BalasHapusTapi sepengatahuan saya, untuk daerah Sukabumi masih kecil sekali kok pengaruh paham radikal ini.