Tak
ku sangka, berita kepergianmu mendarat di telinga ini. Sosok lelaki mulai renta
yang sudah kuanggap layaknya bapakku sendiri.
***
Senin siang tepat dua
minggu berlalu, berita kepergian beliau resmi disiarkan melalui grup-grup WA
dan kudapati infonya dari WAG Kwaran Parung.
Pak Sam, sapaan akrab
kami kepada beliau. Adalah sosok pribadi yang ramah, ceria, penuh semangat,
bijak dan "ke-bapak-an" ini ku kenal sejak tahun 2009 akhir. Saat
itu, aku resmi menjabat sebagai Ketua DKR (Dewan kerja Ranting) Kec. Parung dan
beliau sebagai Ketua Kwartir Ranting-nya. DKR adalah badan pelengkap Kwaran
"milik" Gerakan pramuka yang isinya terdiri dari anggota Pramuka yang
usianya 16-25 tahun (usia SMA-Perti). Sedangkan, Kwaran adalah wadah anggota
Pramuka di tingkat kecamatan.
Seringnya kami
berinteraksi dalam satu kegiatan, karena DKR dibawah koordinasi Kwaran, sejak
saat itu aku dan teman-teman mulai tahu bahwa Pak Sam mengidap sakit Jantung
Koroner dan mungkin sudah stadium tinggi. Meski mengidap sakit yang berat,
beliau begitu semangat berkegiatan dan malah kalau berdiam diri di rumah justru
badannya tidak enak.
Selama tiga tahun
dibina beliau, kami seperti mendapat "tempat" dan sangat diayomi. Tak
segan memberi nasihat dan semangat kepada saya dan rekan-rekan DKR. Bahkan
rumah beliau sering kami jadikan base camp setiap ada kegiatan
yang memerlukan persiapan.
Sosok Ibu juga sama
baiknya. Ibu bahkan kerap kali menyediakan makanan dan cemilan kalau kami main
ke rumah. Ibu lah yang setia
merawat bapak, mengingatkan jadwal minum obat, mengantar ke RS untuk check
up rutin dan masih banyak lainnya.
Baca juga: [Hikmah] Obat itu Bernama Sedekah
***
Setelah kepemimpinan
di DKR berakhir, dan saya pun sudah dengan status baru "menikah" yang
otomatis berubah status keanggotaan menjadi anggota dewasa, pun masa kepimpinan
Pak Sam juga berakhir 2 tahun setelah itu, tepatnya tahun 2015.
Bapak kemudian lebih
banyak di rumah karena jabatan sebagai kepala sekolahnya pun sudah tamat,
masa-masa pensiun diisi dengan melakukan berbagai aktivitas seperti bercocok
tanam. Rumah beliau lahannya luas sekali loh, banyak ditumbuhi pepohonan yang
juga banyak buahnya, selain itu ada kolam ikan yang mana bisa langsung serog kalau
mau dimasak. Pokoknya homey banget.
Layaknya orangtua yang
harus dikunjungi, saya dan suami rutin mengunjungi beliau tiap lebaran. Raut
wajah gembira dan haru tampak pada wajah bapak dan ibu. Ya, beliau berdua
ditakdirkan tidak memiliki keturunan. Sehingga, kami bagi
beliau layaknya anak sendiri. Anak-anak saya pun bak cucu bagi mereka.
Lebaran 2017 kemarin
adalah lebaran ketiga keluarga kecil saya silaturahim ke rumah bapak. Bapak
terlihat makin kurus dan beliau akui saat lebaran tidak ikut melaksanakan
sholat ied karena malam takbir kondisinya drop.
Sekarang, bapak telah
tiada. Ibu pun kini menjalani hari-hari sendiri. Semoga ibu tabah dan kuat
sepeninggal bapak. Kami pun hanya bisa berdoa mengirim seuntai Surat Al-Fatihah
agar bapak terangkan dan dilapangkan kuburnya, diampuni segala kesalahan, dan diterima
semua amal perbuatan baik selama hidup di dunia.
Selamat jalan, Pak.
Allohummaghfirlahuu
warhamhuu wa 'aafihii wa'fu 'anhuu.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar