pixabay.com |
“Hidup itu murah, yang mahal adalah gayanya.”
Pernah
mendengar kalimat tersebut? Pastinya pernah. Saya pun jadi berpikir dan
membenarkan dalam hati saat membaca kalimat tersebut, jangan-jangan selama ini
saya hanya mementingkan gaya hidup saja nih. Beli ini beli itu yang sejatinya
sekedar keinginan bukan untuk kebutuhan. Asli saya jadi merenung dan coba
mengkoreksi diri.
Kita
seringkali terjebak dalam “gaya hidup” yang tanpa sadar membuat kita rela jor-joran mengeluarkan uang demi beberapa
hal seperti penampilan, bisa makan di tempat enak supaya kekinian, dan bisa
punya barang-barang branded biar
kelihatan fashionable atau predikat “orang kaya”. Padahal, semua hal-hal itu sifatnya
sunnah alias gak harus, bahkan bisa jadi bukan kebutuhan.
Namun, demi meraih
itu semua kita seringkali menutup mata pada kenyataan bahwa penghasilan kita
belumlah mencukupi untuk memenuhi gaya hidup ala kalangan atas, yang ada jadi
terkesan dipaksakan. Katakanlah, penghasilan 4 juta rupiah per bulan, tapi
pengeluaran mencapai 6 juta rupiah, sehingga kita rela hutang sana-sini untuk
memenuhi nafsu belanja dan rela gali lobang tutup lobang.
Kalau sudah
begitu kita jadi rajin mengamalkan peribahasa besar pasak daripada tiang alias besar pengeluaran daripada pendapatan. Hehehe. Tiap bulan seperti
ini, capek juga dong. Penghasilan habis gitu-gitu aja tanpa bekas apalagi bukan
untuk hal-hal yang bermanfaat. Kenyataan ini bisa terjadi jika kita gak pandai
mengatur perencanaan keuangan yang kita miliki loh. Makanya, penting banget melek literasi keuangan supaya kondisi
keuangan kita selalu dalam keadaan yang “sehat”.
Pada tanggal 9
September 2017 yang lalu, saya berkesempatan hadir dalam acara KEB Gathering
bersama Sinarmas MSIG Life yang bertajuk
Smart Mom, Protect Your Family’s Smile dengan
tema “Yuk, Atur Uangmu” bertempat di JSC Hive Coworking Space di
bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Materi yang dibahas salah satunya tentang
Edukasi Keuangan oleh Mas Aakar Abyasa Fidzuna yang merupakan CEO/Founder
Jouska Financial.
Menurut
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia
masih terbilang rendah, kurang lebih baru mencapai angka 30%. Lalu,apa itu literasi
keuangan? Literasi keuangan bisa diartikan sebagai kecakapan atau kesanggupan
dalam hal keuangan.
Maksudnya adalah masyarakat sudah memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga
jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko,
hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan
dalam menggunakan produk dan jasa keuangan (well
literate). Dalam hal ini, contohnya masyarakat sudah menggunakan produk
dari jasa keuangan dalam bentuk asuransi, misal asuransi kesehatan atau
tabungan pendidikan anak, dan lain-lain.
Menurut Mas Aakar Abyasa, masyarakat
Indonesia itu masih banyak terjebak ke dalam lingkaran middle income trape. Biasanya kalau kita sudah bekerja dan
mempunyai penghasilan katakanlah dikisaran 5 –10 juta rupiah, rasanya sudah
berada di titik aman dan kehidupan terasa “naik”. Bahkan kata Mas Aakar sedikit
orang yang berhasil menaikkan taraf hidup dari bawah kemudian masuk ke dalam “middle income trap menjadi naik ke taraf
wealth (benar-benar kaya), karena
kebanyakan terjebak di dalam lingkaran tersebut.
Kita itu kan kalau sudah
merasa punya gaji aman, pasti mulai berani ambil ini-itu, misalnya ambil
cicilan kendaraan dan berhasil lunas. Tapi gak berhenti disitu, karena gaji
merasa cukup kendaraan yang sudah ada pun maunya diganti misalnya dari Avanza
ganti ke Pajero. Kasus lain lagi, rela ambil cicilan rumah yang lebih besar
tapi menggandaikan sertifikat rumah orang tua. Dan contoh-contoh lain, yang
intinya kalau gaji naik maka taraf hidup harus ikut naik. Jadi, ciri-ciri dari kondisi
middle income trap ini taraf
kehidupan kelihatan naik tapi sebenarnya tidak benar-benar naik. Sehingga bisa
dikatakan kondisi yang sangat bergantung sekali pada pekerjaan. Kalau tidak ada
pekerjaan ya gak makan. Gambaran kasarnya kira-kira begitu.
Kaum perempuan biasanya yang
paling banyak godaan, misalnya aja mau pakai tas, punya gaji sekian beli tas
merk A, gaji naik 50% ganti beli merk B yang katakanlah merk branded. Nah, ini sudah masuk ke
ciri-ciri middle income trap, loh.
Hati-hati ya.
Baca juga: Belanja Hemat ala Pasar Tradisional di Pasar Rebo Bedahan
Baca juga: Belanja Hemat ala Pasar Tradisional di Pasar Rebo Bedahan
Supaya terhindar dari
jebakan middle income trap gimana? Jawabannya harus disiapkan sedari
muda. Masa muda adalah masa penting membentuk karakter dan kebiasaan baik.
Bahkan kalau belum berkeluarga, yang single bisa jadi dambaan karena dikenal
pandai mengelola keuangan. Iya dong, siapa sih yang gak mau punya pasangan
(istri, misalnya) yang pandai dalam sisi vital ini? Karena akan berimbas kepada
arus pengeluaran keluarga dan bisa jadi rem
supaya keinginan lebih terkontrol.
Memetakan penghasilan akan
lebih terarah dibandingkan tidak dipetakan. Artinya, kita akan tahu mana yang
prioritas mana yang bukan. Misal saja, kita berinvestasi dengan ikut asuransi
kesehatan dan asuransi pendidikan buat anak-anak kelak.
Kebayang dong, ketika
suatu saat kita sakit dan bisa tertangani dengan dana yang sudah kita sisihkan
setiap bulannya, maka akan lebih meringankan kita dan keluarga tanpa
pusing-pusing mesti cari uang kemana. Atau ketika kita sudah memiliki anak
kemudian pada saatnya anak memasuki masa-masa sekolah, kita tidak perlu pusing-pusing
dengan biaya sekolah yang dari tahun ke tahun merangkak naik, karena ada
tabungan pendidikan yang membuat kondisi keuangan kita lebih aman.
Apa aja sih yang perlu kita
lakukan supaya terhindar dari jebakan middle
income trap ini?
1. Pahami 3 hal dasar hal ini,
yaitu mengecek segala jenis dokumen yang menjadi aset kekayaan, jangan terlalu
percaya diri sehingga tidak menyiapkan simpanan finansial untuk masa depan,
tentukan tujuan atau rencana kedepan. Ini menurut Mas Aakar.
2. Menginvestasikan sebagian penghasilan
dalam bentuk asuransi.
3. Bedakan antara hal–hal yang
menjadi kebutuhan dan keinginan.
4. Membuat catatatan arus
pemasukan dan pengeluaran dalam rumah tangga. Dari data ini bisa kita lihat
secara rinci dan bedakan mana kebutuhan dan keinginan.
5. Buat skala prioritas.
PLUS: Bersyukur dan nikmati semua
fasilitas yang sudah ada saat ini. Hal ini membantu kita me-rem kenginan yang seringkali merongrong
diri.
Tentang Sinarmas MSIG Life
Sinarmas
MSIG Life didirikan tanggal 14 April 1985, PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG telah
mengalami berbagai perkembangan dan perubahan. Hadir pertama kali sebagai PT
Asuransi Jiwa Purnamala Internasional Indonesia (PII), untuk kemudian berubah
nama menjadi PT Asuransi Jiwa Eka Life.
Dalam
perkembangannya, nama perusahaan berganti lagi menjadi menjadi PT Asuransi Jiwa
Sinarmas pada 2007 sebelum akhirnya melakukan joint venture dengan Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd. pada tahun
2011. Sejak saat itu, 50% kepemilikan PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG (juga
dikenal sebagai Sinarmas MSIG Life atau SMiLe) di bawah PT Sinar Mas Multi
Artha, Tbk dan 50% dimiliki Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd.
Sinarmas
MSIG Life adalah anak perusahaan PT Sinar Mas Multiartha Tbk. satu dari enam
pilar bisnis Sinar Mas yang menyediakan layanan finansial yang terpadu dan menyeluruh,
meliputi perbankan, asuransi, pembiayaan, pasar modal, manajemen aset, jasa
administrasi saham, keamanan, perdagangan serta industri dan teknologi
informasi. PT Sinar Mas Multiartha Tbk juga merupakan perusahaan induk bagi
Bank Sinarmas, Asuransi Sinar Mas, Sinarmas Sekuritas and Sinar Mas
Multifinance.
Sinarmas
MSIG Life melayani lebih dari 790.000 nasabah individu dan kelompok di 69 kota.
Tersebar di 113 kantor pemasaran dan 10.500 aparat marketing. Tahun 2013 Brand
SMiLe (Sinarmas MSIG Life) diperkenalkan kepada masyarakat luas untuk
meningkatkan corporate brand awareness.
Sinarmas
MSIG Life dinobatkan oleh Infobank sebagai Digital Brand of the Year 2015
Terbaik Ke-3 untuk kategori Asuransi Jiwa pada bulan Maret 2015. Sementara itu,
Majalah Investor mendaulat Unit Bisnis Syariah Sinarmas MSIG Life sebagai
Asuransi Jiwa Syariah Terbaik untuk Aset di atas Rp 200 Miliar pada Best
Syariah 2015 di bulan Agustus 2015.
Untuk info lebih lengkapnya
silahkan akses di www.sinarmasmsiglife.co.id
ya, supaya makin paham tentang produk dan layanan asuransi yang ada di Sinarmas
MSIG Life.
Pembicara yang hadir saat acara berlangsung. Ki-ka: Bu Vita Itabiliana (Psikolog), Pak Suwandi Sitorus (Sinarmas MSIG Life), dan Mba Didi (Jouska Finansial) |
Gimana, kira-kira sudah punya
rencana apa nih supaya gak terjebak ke dalam jebakan middle income trap? Semoga 5 langkah tadi menolong ya dan kita jadi
lebih aware dengan investasi keuangan
di masa depan. Ada yang mau nambahin tipsnya?
Yuk, atur uangmu!
asyik kemarin narsum-nya mas aakar ... jleb pedes2 tapi bikin nagih eh maksudnya penasaran sama dunia keuangan
BalasHapuskarena yg dia jelasin itu bener semua ya
Bener bgt bu ayaa, makjleb ya
HapusBener bgt bu ayaa, makjleb ya
HapusAahhh, bener banget nih mbak, gara2 gaya kadang merusak tabungan.... Hahaha
BalasHapusRusak emang kalo kita gak mawas diri sama masalahh duit ya, huhu
HapusAaakkk setuju banget sama artikel ini mb. Jangan2 kita sebenarnya berada di zona tidak aman. Aku jg harus punya skala prioritas nih biar nggak pusing nantinya
BalasHapusKalau gak bikin skala prioritas kadang suka kecolongan emang huhu
HapusAh benar ini mbak. Harusnya gaji meningkat bukan berarti lifestyle ikutan berubah :)
BalasHapusBetul Maak
HapusPenting nih biar dapat mengalokasikan sebagian penghasilan dalam bentuk asuransi. Jangan sampai deh terkena jebakan hutang euy :(
BalasHapusNah iya mba, duh kalo udah berurusan sama hutang serem
HapusIya kalo banyak gaya emang ribet deh, soalnya kemauan manusia itu ga ada habisnya, merasa kurang terus terus dan terus. Kudu buru2 insaf nih.
BalasHapusMakanya gayanya yg diturunin standarnya
HapusAku pun sedia payung sebelum hujan. Siap2 dana darurat takut ada apa2. Makanya kita jgn sampai terlena ya merasa udah aman tapi ternyata belum.
BalasHapusYes dana darurat menolong banget ya mba, kalau suatu waktu terjadi hal diluar rencana
HapusBetul banget nih, kita memang perlu membedakan kebutuhan dan keinginan. Terlalu banyak keinginan bisa mengganggu pemasukan.
BalasHapusSetujuu
HapusSaya jg lagi menimbang2 buka asuransi nih mbak. Soialnya pengalaman banget anak masuk NICU gk ada asuransi huhuhu.
BalasHapusBtw yg membedakan kebutuhan dan keinginan tu PR banget yaaaaa
PR banget, soalnya bias ya, kitanya yang harus meredam supaya gak bablas sama keinginan yang bludak
HapusHahaha...suka sama kata- kata pembukanya. Banyak yang gitu ya sekarang. Ngos2an buat gaya hidup padahal maaf pendapatan nggak kuat buat ongkosin
BalasHapusJomplang ya mba, karena sibuk mikirin gaya bukan kebutuhan hidup
HapusBetul betul betul.. *upin ipin mode on.. buat skala prioritas, itu kayaknya yg masih perlu berlatih terus. Suka khilaf kalau liat makanan enak huhuhu
BalasHapusPenyuka makanannnn haha, kudu puasa banyak2 wkwk
HapusSeperti apa yg selalu dikatakan ayah saya bhw hidup manusia itu murah kog krn cm sebatas mkn dan minum tp yg mahal itu gengsinya alias gaya hidupnya. Baru jd karyawan biasa sdh berlagak jadi manajer dan seterusnya. Mknya bnyk orang kaya palsu, punya bnyk brg bagus tp ngutang atau kredit. Ini nih yg jd bumerang utk dirinya sendiri. Hiiy jangan sampai yak.
BalasHapusAamiin, moga gak sibuk ngurusin gengsi ya Mak.. Sederhana aja
HapusSetuju banget. Wanita enggak perlu nguprek di dapur.tapi harus melek atur keuangan dengan bijak.
BalasHapusBetul betul betul
HapusSejak berkeluarga sama punya anak aku jadi melek deh masalah finansial gini. Mau gak mau ya Mel.. :D Tapi emang bener, mesti ada yang diinvestasiin dari yang kita dapat.. Biasanya udah lebih dari 5 tahun baru mulai keliatan hasilnya..
BalasHapusAku juga Mbak, soalnya udah ada prioritas ya jadi lebih bisa nahan diri
Hapusembeeer. gaya dan gengsi itu lho yang menyebabkan masalah selama ini. aku sendiri sekarang lebih utamakan yg prioritas2 aja. dan semoga kalaupun sudah naik tetep bisa prioritaskan kebutuhan
BalasHapusAamiinn
HapusMantap ulasannya mbak,,,
BalasHapusTerima kasih Mas
Hapus