Berencana KB IUD? Siapkan 5 Hal Penting ini

Pict by liputan6.com

Bicara tentang KB memang penuh dramatika bahkan menyita waktu tenaga dan pikiran. Meskipun terdengar lebay, tapi ini sungguhan sampe begini khaaan. Hahaha. Secara selain yang jadi pertimbangan gak hanya jarak usia anak, kesiapan si kakak, pasti juga tentang

waktu buat diri sendiri alias me time sang mama. Iya khaan...

Pengalaman punya anak dengan jarak usia yang bisa dibilang dekat membuat saya (dan pak suami) harus mempertimbangkan dengan sangat matang sebelum nambah anak lagi. Apalagi jika mengingat drama ngidam yang luar biasa saat hamil anak pertama. Kalau boleh bilang saya trauma untuk hamil lagi, kondisi hyperemesis saat TM1 bikin saya gak bisa kemana-mana selama hampir 5 bulan lamanya. Cuti ngajar dadakan, tapi alhamdulillah pihak sekolah mau mengerti kondisi saya saat itu yang cuma bisa titip tugas buat anak murid, jadi tetep bisa terima gaji di akhir bulan. Hehehe

Rencana KB IUD yang Gagal

Kehadiran anak kedua yang tidak diduga bagai tahu bulat di goreng dadakan di mobil bikin kami agak khawatir. Khawatirnya mah kalau drama ngidam terulang lagi. Tapiiiii, istilah "setiap anak itu berbeda" bahkan dari awal kehadirannya di rahim kita, itu benar juga. Hamil anak kedua ngidam saya biasa saja, mual-mual biasa terutama kalau hari udah menjelang sore. Makanya ada teman yang gak tahu kalau saya lagi hamil malah udah 7 bulan. Hamil kedua memang gak banyak merubah kondisi badan saya, gemuknya biasa dan yang pasti ku bersyukuuuuur sekali dengan kondisi hamil yang "enak" begitu. Maaf kalau norak. Nyahaha

Setelah anak kedua lahir, saya bersama pak suami memutuskan untuk ber-KB. Alasan utama kami agar ada jarak (usia) diantara kita eh maksudnya di anak. Sebenarnya udah pas awal hamil sih, tapi goal-nya pasca lahiran baru diomongin serius.

Sebelum fix mau KB apa yang dipakai, kita harus cari informasi sebanyak-banyaknya, baik itu dari tenaga kesehatan langsung atau menggali informasi dari orang-orang di sekitar berdasarkan pengalamannya memakai KB.

Setelah menimbang dan memutuskan, akhirnya saya mantap pakai KB IUD. Berbekal pengetahuan dan informasi dari bidan yang menangani saya, KB IUD itu "enaknya" tidak mengganggu hormon di tubuh kita, jadi bisa tetap lancar "datang bulan" dan bisa memilih berapa jarak pasang sebelum anak selanjutnya direncanakan.

Di hari ke-50 pasca lahir dengan berbekal niat dan kemantapan hati, paksu mengantar saya ke bidan. Beliau sih pernah kasih pilihan supaya pasang IUD di dokter kandungan aja. Tapi, saya yakin dengan bu bidan, karena tahu sendiri gimana ulet, sabar, gigih dan sangat memotivasi saat beliau menangani saya yang akan melahirkan dan mendengar cerita dari orang-orang tentang track record-nya.

So u knoooow??? Sudah full niat dan hati yang mantap pun, ternyata gak cukup buat bisa pasang IUD, sodara-sodaraaa. Saya dinyatakan TIDAK LAYAK pakai KB IUD.

Kok bisa?

Iyaaa karena rahim saya pendek setelah sebelumnya di ukur hanya 3,5 cm. Jangan bayangin diukur pakai penggaris butterfly yang biasa buat bikin tabel waktu dulu di sekolah yaaak. Wkwkwk

Bidan/dokter akan mengecek rahim kita melalui jalan lahir dengan penggaris yang bentuknya berupa batangan kecil (mirip sumpit) terbuat dari besi dilapisi silver. Di badan besinya terdapat angka-angka dan garis seperti yang ada di penggaris pada umumnya.

Caranya? Yaa nanti besi itu dimasukin ke jalan lahir lalu di cek, kalau kita nyeri maka bidan menghentikan proses lalu tinggal cek tanda bekas di besi tadi ada di angka berapa. 

Udah-udaaaah jangan dibayangin rasanya!!!

Ada sih sedikit rasa kecewa, tapi mau gimana lagi gak bisa dipaksakan juga urusan begini mah, walaupun saat itu gak bisa bohong kalau saya tegang dan kaku banget, bidan merasakan ternyata sayanya gak rileks. Wkwkwk. Akhirnya, saya diberikan KB Pil Laktasi (untuk ibu menyusui) merk Andalan, sebagai treatment selama 3 bulan dikonsumsi baru nanti balik lagi untuk cek.

Tampilan KB Pil Laktasi Andalan. Ada gambar ibu dan anak.

Nyatanya? Saya gak balik lagi loh. Mwahaha, aduh mah tegang dan ada takut-takutnya, Maaak. Jadi, sekarang masih nyaman pakai KB Pil Laktasi asal INGAT dan rutin minum setiap malam. Alhamdulillah, ASI tetap lancar dan anaknya udah mau setahun bulan Agustus besok. Yeeeaah. Efeknya? Tetap ada. Saya jadi tidak haidh, kecuali merk tertentu ya, karena adik ipar saya pakai Pil KB Laktasi dari DSOg dan tetap haidh.

So, buat bu-ibu yang mau pasang KB IUD, sebaiknya perhatikan 5 hal ini:

1. NIAT

Bab utama buat segala urusan ini mah.

2. KEBERANIAN

Bagian ini emang butuh nyali gede, kenapa? Karena kamu bakal dimasukkan suatu alat ke dalam rahim secara vaginal oleh bidan/dokter kandungan. Saran saya, kalau nanti ada alat-alatnya jangan dilirik. Hahaha tutup muka aja.

3. TENAGA AHLI

Sebaiknya putuskan dengan matang kamu mau pasang IUD di bidan/DSOg. Pastikan nakes yang kamu pilih benar-benar expert. Jangan sampai kejadian seperti Mbak Laili yang harus dioperasi karena alat IUD nya "nyasar". Kisahnya bisa dibaca di sini.

4. PANJANG RAHIM

Nah, ini nih yang penting, kalau 3 poin diatas udah oke tapi rahim gak mendukung biasanya bakal failed mission. Karena syarat panjang rahim minimal harus 5 cm, bersyukur kalau ada yang sampai 7 cm. Wuih. Ini info dari bidan yang menanganin saya. Jadi, harus di cek dulu ya.

5. BIAYA

Untuk biaya pemasangan IUD biasanya tergantung jenis IUD yang dipakai sih, jadi bentuknya macam-macam, setahu yang pernah saya lihat ada bentuk seperti huruf T (nova T), ada yang seperti lingkaran gitu. Kalau di bidan estimasi biaya bisa 500-650 ribuan. Kalau di RS dengan dokter kandungan bisa lebih dari 650 ribu dengan tambahan biaya jasa dokter RS.

Nah, semoga tulisan yg sedikit ini membantu menambah info tentang KB IUD ya.

Ada yang mau share pengalaman KB juga? ;)

Disclosure: Tulisan ini tidak ada unsur mempromosikan brand produk tertentu. Murni hasil dari pengalaman penulis.